Diperbarui:2024-11-08 16:13    Jumlah Klik:177
Ruang dewan kantor BRINBRIN Minta Pemerintah Benahi Publikasi Ilmiah. (Foto: Nikita Rosa/detikEdu)Jakarta -

Kondisi dunia pendidikan di Indonesia terancam dengan banyaknya jurnal predator. Hal ini diungkapkan Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ahmad Najib Burhani.

Najib mengungkapkan jurnal predator di Indonesia jumlahnya salah satu yang terbanyak di dunia. Hanya satu tingkat di bawah Kazakhstan yang berada di peringkat satu.

Baca juga: BRIN Telusuri Rahasia Matahari Pakai AI, Apa Saja yang Ditemukan?

"Kebohongan ini kalau terjadi akan merusak dan menghancurkan pondasi bangunan pendidikan masa depan kita, dan secara tidak langsung ini akan menjadikan bangsa kita dalam menormalkan penipuan," katanya dalam gelaran Sarasehan Nasional Pendidikan, Pusat Riset Pendidikan (Pusrisdik) BRIN, Rabu (23/10/2024) seperti dikutip dari Antara.

Jurnal predator adalah jurnal ilmiah yang tidak melakukan proses peninjauan ilmiah dan penyuntingan dengan baik dan benar, di mana jurnal ini seolah-olah memangsa para penulis dengan memberikan tarif publikasi langsung kepada mereka.

Najib menegaskan,"Sesuatu yang tidak normal ini seperti penipuan, plagiarisme, tidak mempunyai publikasi tapi mengaku punya, ini penyakit. Ini endemi yang perlu kita cegah, kalau tidak ini bisa merusak pendidikan kita."

Lebih serius lagi, lanjut Najib, bahaya selanjutnya juga bisa terjadi jika jurnal predator juga terdapat di dunia profesi yang bertanggungjawab atas nyawa dan keselamatan orang lain, seperti pada dunia kedokteran.

"Bayangkan jika berimplikasi di dunia kedokteran, yang bersumber dari rekomendasi riset yang ternyata bohong. Itu berbahaya, bisa berdampak serius di kehidupan manusia, kesehatan pasien, dan lain sebagainya. Maka hal-hal seperti ini perlu dihindari," ujarnya.

Najib juga memaparkan informasi terkait maraknya jurnal predator di Indonesia tidak hanya diketahui oleh peneliti dalam negeri, namun juga luar negeri.

Ia bercerita dirinya pernah mengetahui kisah adanya imbauan pada peneliti di negara Peru. Pemangku kebijakan bidang riset di negara Amerika Selatan itu mengimbau para penelitinya untuk tidak mudah melakukan kerja sama penelitian dengan para peneliti asal Indonesia karena banyaknya jurnal predator tersebut.

Oleh karena itu, Najib meminta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) yang akan datang untuk lebih fokus dan memperhatikan terhadap hal ini, sehingga dunia pendidikan Indonesia bisa menjadi lebih baik, dan berdaya saing di mata Internasional.

"Waktu era Mas Menteri Nadiem Makarim dulu berfokus pada tiga dosa besar pendidikan seperti kekerasan, intoleransi, dan bullying. Maka, kita berharap adanya Kemendiktisaintek ini bisa fokus menangani persoalan pendidikan tinggi (dikti), masuk dengan dunia riset dan publikasi. Sehingga, kita juga memiliki kontribusi serius di bidang akademik global, dan tidak diejek oleh negara lain karena memiliki kredibilitas publikasi yang kurang," ujarnya.

Baca juga: Peneliti BRIN Sebut Masjid-masjid di Indonesia Ramah Lingkungan, Termasuk Istiqlal

Dalam kesempatan yang sama, peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN Anggi Afriansyah mengungkapkan ada "benang kusut" dalam pendidikan Indonesia. Salah satunya berkaitan dengan lapangan kerja.

Anggi menuturkan ada tiga ruang yang berkaitan dengan pendidikan yakni antara pendidikan, keluarga, dan masyarakat.

"Akan tetapi ada satu ruang yaitu ruang digital. Karena jika bicara data statistik pendidikan di Indonesia, maka datanya yang jelas meningkat. Mulai dari rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka partisipasi murni, dan lain-lainnya dalam rentang 26 tahun. Ia mempermisalkan mulai tahun 98 hingga 2024," paparnya dalam laman BRIN dikutip Senin (28/10/2024).

Menurutnya, perlu adanya link dan match antara pendidikan dengan dunia kerja. Ia menyoroti sulitnya generasi muda mendapat pekerjaan.

"Ini membutuhkan link and match antara pendidikan dengan ketenagakerjaan, dan bagaimana kesulitan para pemuda untuk mendapatkan pekerjaan," jelasnya.

Menurut Anggi, ada risiko yang membayangi generasi penerus untuk menghadapi tantangan masa depan. Di satu sisi, Indonesia juga sedang menghadapi situasi transisi demografi.

Rekomendasi Basis Pendidikan Pancasila

Anggi merekomendasikan basis pendidikan Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dalam penerapan ini, Anggi menekankan pentingnya peran pemerintah.

Kendati demikian, Anggi memberikan kritikan tata kelola pendidikan Indonesia yang saat ini didasarkan pada berbagai peta jalan yang sudah disusun, namun tidak diimplementasikan. Anggi lantas menekankan tentang kebijakan program secara optimal.

Tidak Berada di Ruang HampaBaca juga: Daftar Kampus Top Kolaborator BRIN 2024, IPB University Nomor Satu!

Anggi juga menyoroti kebijakan pendidikan yang tidak berada di ruang hampa. Artinya, kebijakan ini harus memperhatikan juga konteks dengan kebijakan kesehatan, pendudukan, dan kebijakan- kebijakan lain.

Ia memandang, sinergi dan kolaborasi sebagai sesuatu yang sangat mudah untuk diucapkan namun sulit untuk diterapkan. Contohnya praktik tata kelola kebijakan di mana saat ini ada tiga Kementerian. Ia mengibaratkan lahir yang lahir dari rahim Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

"Jadi, di dalam berbicara, kita harus memperhatikan pendidikan yang berbasis ruang dialog. Namun yang lebih penting adalah pergatian serta mencerdaskan bangsa sesuai dengan amanat konstitusi," ungkapnya.

20DBullying di Dunia Pendidikan Bikin Resah20DBullying di Dunia Pendidikan Bikin Resah(nir/pal)

  
TAUTAN:

Powered by M9WIN: Bonus Tanpa Batas Diskon Paling Besar @2013-2022 Peta RSS Peta HTML

Copyright Powered by365站群 © 2013-2024